SIDAKPOST.ID, JAKARTA – Hamdan Zoelva dalam sebuah seminar nasional di Luwuk Banggai menjelaskan bahwa saat ini kita masih menuai masalah dalam praktik Demokrasi. Ketua Umum Lajnah Tanfidziyah Syarikat Islam itu menyatakan bahwa semula Soepomo menggagas konsep negara integralistik.
Berdasarkan kebudayaan bangsa ini, Soepomo membaca pentingnya menghilangkan jarak antara rakyat dengan penguasa. Meski demikian, Hatta dan beberapa tokoh lainnya merasa perlu menegaskan Demokrasi di dalam sistem kenegaraan kita.
Pernyataan itu dikemukakan saat beliau diminta mengulas tentang upaya membangun martabat demokrasi di tengah ancaman disintegrasi. Menurut Hamdan, cita-cita demokrasi kita harus disesuaikan dengan filosofi berbangsa yang digali dari budaya bangsa Indonesia.
Kita bukan Demokrasi liberal seperti tahun 1950-1959, atau demokrasi terpimpin seperti tahun 1959-1966, maupun Demokrasi ala Orde Baru yang disebut sebagai Demokrasi Pancasila.
Seminar nasional yang diselenggarakan oleh Majelis Daerah Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (KAHMI) Kabupaten Luwuk Banggai pada (27-9-2017), yang disesaki oleh mahasiswa dan akademisi tersebut tergerak untuk mengklarifikasi konsep demokrasi kita saat ini.
“Bagi saya Demokrasi ala Soeharto adalah Demokrasi terpimpin yang dibungkus dengan Demokrasi liberal.” Tegas Hamdan saat menjelaskan penilaiannya terhadap Demokrasi Indonesia.
“Itu sebabnya, saat reformasi kita memilih desain Demokrasi yang menitikberatkan kepada penegakan hukum serta filsafat Ketuhanan Yang Maha Esa,”tambahnya.
Seharusnya kata dia, kita harus kembali kepada sejatinya filosofi kebangsaan kita. Hakikat dasar negara kita adalah nilai dasar ketuhanan yang maha esa.