Oleh : Tika Suratmi, Lilik Alfia, Lycia Aprilia dan Handi Wijaya
Mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis/Akuntansi Unja Provinsi Jambi
Masyarakat belum sepenuhnya memberikan perhatiannya memahami terhadap peraturan dalam pelaksanaan wakaf terutama mereka yang menyerahkan wakaf atau yang berwakaf.Hal tersebut yang dapat menyebabkan ketidakjelasan dari status wakaf baik di yuridis maupun administratif,hal tersebut yang dapat membuat penyalahgunaan wakaf,baik secara hukum ataupun dari tujuan dari wakaf tersebut. Wakaf (waqafa) dari kata kerja bahasa Arab menurut bahasa berarti menahan atau berhenti.
Dalam hukum Islam “wakaf berarti menyerahkan suatu hak milik yang tahan lama zatnya kepada seseorang atau Nadzir baik berupa perorangan maupun berupa badan pengelolaan dengan ketentuan bahwa hasil atau manfaatnya digunakan untuk hal-hal yang sesuai dengan ajaran syariat Islam”. Harta yang telah diwakafkan, keluar dari hak milik yang mewakafkan, dan bukan pula menjadi hak milik nadzir atau tempat menyerahkan, tetapi menjadi hak Allah dalam pengertian hak masyarakat umum.
Dalam berwakaf tidaklah hanya dalam bentuk tanah tetapi juga dalam bentuk hal lainnya seperti menyerahkan beberapa al-qur’an ke masjid bisa dikategorikan sebagai wakaf. Salam melakukan memberikan wakaf mempunyai syarat dan rukun sebagai berikut:
Wakaf (Ulama) merupakan proses hukum yang dapat terjadi jika rukun waqaf terpenuhi. Dengan demikian, wakaf tidak bisa sempurna tanpa adanya kelengkapan rukun. Rukun wakaf menurut Jumhur Ulama’ menyatakan bahwa rukun wakaf itu ada empat hal, sebagai berikut (Asy-Syarbini, 1958; 376).: