Peribahasa “semut di seberang lautan tampak, gajah di pelupuk mata tak tampak” adalah ungkapan yang sangat populer dalam budaya Indonesia. Maknanya menggambarkan kebiasaan manusia yang sering melihat kesalahan atau kekurangan orang lain, bahkan yang kecil sekalipun, namun tidak menyadari atau mengabaikan kesalahan besar yang ada pada diri sendiri. Ungkapan ini mengandung pesan moral yang kuat tentang introspeksi diri dan pengendalian sikap dalam menilai orang lain.
Penjabaran Makna
Dalam peribahasa ini, “semut” melambangkan sesuatu yang kecil, seolah-olah tidak signifikan, namun tetap terlihat meski berada jauh, yakni “di seberang lautan.” Sebaliknya, “gajah” yang jelas-jelas besar dan berada sangat dekat, yaitu “di pelupuk mata,” justru tidak tampak. Hal ini mencerminkan kecenderungan manusia untuk menjadi kritis terhadap orang lain, bahkan terhadap hal-hal kecil yang mungkin tidak terlalu penting, namun lalai atau enggan melihat kekurangan besar dalam dirinya sendiri.
Sikap ini dapat muncul dalam berbagai aspek kehidupan, baik dalam hubungan pribadi, sosial, maupun profesional. Misalnya, seseorang mungkin dengan mudah menunjuk kesalahan kecil rekan kerjanya, tetapi lupa memperbaiki kebiasaan buruk yang ia miliki, seperti datang terlambat atau tidak menyelesaikan tugas tepat waktu. Dalam konteks sosial, fenomena ini sering terlihat ketika orang sibuk mengkritik gaya hidup atau keputusan orang lain, sementara mereka sendiri melakukan hal yang serupa atau bahkan lebih buruk.
Relevansi dalam Kehidupan Modern
Peribahasa ini tetap relevan di era modern, terutama dengan berkembangnya media sosial. Di platform digital, banyak orang dengan mudah memberikan kritik atau komentar negatif terhadap orang lain, meskipun mereka tidak benar-benar memahami situasi yang terjadi. Bahkan, terkadang kritik tersebut muncul untuk hal-hal yang sangat sepele, seperti cara seseorang berpakaian, berbicara, atau menjalani hidup. Padahal, pengkritik itu sendiri mungkin memiliki masalah yang lebih besar yang perlu diperbaiki.
Fenomena ini juga terkait dengan bias manusia yang disebut “bias proyeksi,” yaitu kecenderungan untuk melihat kesalahan atau kelemahan orang lain sebagai cara untuk mengalihkan perhatian dari masalah dalam diri sendiri. Hal ini bisa menjadi penghalang dalam upaya membangun hubungan yang sehat, baik di lingkungan keluarga, masyarakat, maupun dunia kerja.