Rina menutup bukunya dengan helaan napas panjang. Malam sudah larut, dan hanya lampu kecil di samping tempat tidur yang menyala. Ia memutuskan untuk mematikan lampu itu dan mencoba tidur. Namun, baru saja ia menutup mata, ia mendengar suara ketukan pelan di jendela kamarnya.
Awalnya, Rina mengira itu hanya suara ranting yang tertiup angin. Tetapi ketika ketukan itu berulang, ia mulai merasa cemas. Ia bangun perlahan dan berjalan menuju jendela. Dari celah tirai, ia mencoba melihat ke luar. Tidak ada apa-apa, hanya taman kecil yang gelap.
Namun, saat ia hendak kembali ke tempat tidur, bayangan seseorang melintas di taman. Jantung Rina berdegup kencang. Ia tidak punya cukup keberanian untuk membuka jendela atau memanggil siapa pun. Ia hanya berdiri di sana, mengintip dari balik tirai, berharap bayangan itu hanya ilusi.
Ketika ia memutuskan untuk menjauh dari jendela, suara ketukan itu terdengar lagi. Kali ini lebih keras. Rina tidak tahan lagi. Ia mengambil ponselnya dan menelepon sahabatnya, Nita.
“Nita, aku takut,” bisiknya sambil menangis. “Ada seseorang di luar jendelaku.”
“Rina, tenang,” jawab Nita. “Aku akan ke rumahmu sekarang. Jangan buka pintu untuk siapa pun.”
Setelah menelepon, Rina mencoba menenangkan dirinya. Ia duduk di sudut kamar, menjauh dari jendela. Tetapi bayangan itu tidak pergi. Ia melihatnya lagi, berdiri diam di taman, menghadap langsung ke kamarnya.
Tak lama kemudian, Nita tiba bersama kakaknya. Mereka mengetuk pintu rumah Rina dengan keras. Rina berlari membuka pintu, dan langsung memeluk Nita.
“Dia ada di taman!” ujar Rina panik.
Nita dan kakaknya segera memeriksa taman, tetapi mereka tidak menemukan siapa pun. Hanya ada bekas jejak kaki di tanah basah, seolah seseorang memang berdiri di sana. Mereka kembali masuk ke rumah dan mengunci semua pintu dan jendela.
Malam itu, Rina tidak tidur. Ketika pagi datang, jejak kaki itu sudah menghilang. Tetapi rasa takutnya tetap ada, karena ia tahu, bayangan itu mungkin akan kembali.
Editor: Madi