Beda Jurnalis dan Pemeras: Etika Profesi vs Praktik Menyesatkan

Ilustrasi perbedaan jurnalis dan pemeras. Gambar: Teknologi AI

Dalam era keterbukaan informasi, profesi jurnalis memegang peran penting dalam menyampaikan berita dan fakta kepada publik. Namun, tak jarang masyarakat sulit membedakan antara jurnalis sejati dan oknum yang menyamar sebagai jurnalis untuk melakukan pemerasan. Perbedaan antara keduanya sangat mendasar dan penting dipahami demi menjaga kredibilitas media serta mencegah penyalahgunaan profesi.

1. Tujuan Utama: Informasi vs Kepentingan Pribadi

Jurnalis bekerja berdasarkan kode etik jurnalistik. Tugas utamanya adalah menyampaikan fakta yang akurat, berimbang, dan relevan kepada masyarakat. Mereka berpegang pada prinsip kebenaran, independensi, dan tanggung jawab sosial. Sementara itu, pemeras—yang mungkin menyamar sebagai jurnalis—bertujuan mencari keuntungan pribadi, baik berupa uang, fasilitas, atau tekanan politik.

Pemeras tidak tertarik pada kebenaran atau kepentingan publik, melainkan memanfaatkan informasi atau ancaman pemberitaan negatif untuk menekan pihak tertentu agar memenuhi tuntutannya.

Baca Juga :  Pekerja Rentan Meninggal Dunia, BPJamsostek Cabang Muara Bungo Salurkan Santunan

2. Proses Kerja: Profesional vs Manipulatif

Seorang jurnalis profesional melakukan riset, konfirmasi fakta, dan memberikan kesempatan pada semua pihak untuk memberikan klarifikasi. Mereka bekerja dengan transparan dan tunduk pada mekanisme redaksi yang ketat. Sebaliknya, pemeras seringkali bekerja sendiri atau dalam kelompok kecil tanpa struktur media yang jelas. Mereka menggunakan pendekatan manipulatif, seperti ancaman akan mempublikasikan informasi negatif jika tidak diberi imbalan.

Baca Juga :  Pentingnya Literasi Digital dalam Pendidikan Abad ke-21

3. Identitas dan Legalitas: Terverifikasi vs Abal-Abal

Jurnalis resmi biasanya tergabung dalam perusahaan media yang berbadan hukum, memiliki kartu pers yang valid, dan tunduk pada regulasi Dewan Pers. Nama mereka tercantum dalam box redaksi dan hasil liputannya dipublikasikan secara terbuka. Pemeras seringkali mengaku sebagai wartawan dari media yang tidak dikenal atau bahkan fiktif. Mereka tidak memiliki legitimasi, dan kerap menolak diverifikasi identitasnya.