Arif Satria Kepala BRIN: 2080 Kopi Hanya Tinggal Kenangan

Prof. Dr. Mukhtar Latif, M.Pd Tenaga Ahli Gubernur Jambi, Ketua ICMI Orwil Jambi – Guru Besar UIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi. Foto: Diskominfo Provinsi Jambi

Oleh: Prof. Dr. Mukhtar Latif, M.Pd.
(Ketua ICMI Orwil Jambi-Guru Besar UIN STS Jambi)

A. Proyeksi Risiko Iklim dan Ancaman Komoditas Global

Telah kita saksikan bahwa kopi, komoditas yang menghidupkan pagi dan mengiringi diskusi malam, kini menghadapi ancaman eksistensial yang nyata. Sebuah laporan yang mengejutkan dari Kepala BRIN, Prof. Arif Satria (2025), meramalkan bahwa pada tahun 2080, kopi yang kita kenal hari ini, hanya akan menjadi pajangan estetik dalam museum sejarah yang indah dan panjang.

Mengapa prediksi ini begitu suram? Jawabannya terletak pada laju perubahan iklim yang masif dan tak terkendali. Kopi, terutama varietas Arabika yang sensitif, membutuhkan kondisi iklim yang sangat spesifik untuk tumbuh subur. Peningkatan suhu global hanya beberapa derajat Celsius saja telah mempersempit area tanam yang ideal (Laderach et al., 2023), memaksa petani untuk beralih ke lahan yang lebih tinggi atau menghadapi penurunan drastis dalam kualitas dan hasil panen (Davis et al., 2021). Faktor lain yang mempercepat kepunahan ini adalah serangan hama dan penyakit yang makin resisten, seperti jamur karat daun (coffee rust) yang kian mengganas seiring perubahan pola cuaca (Jaramillo et al., 2022). Singkatnya, bumi kian tidak ramah bagi “emas hitam” ini. Kita berada di titik krusial; akankah generasi mendatang hanya bisa membaca resep di buku sejarah, atau masih bisa menghirup aromanya?

Baca Juga :  Jasa Raharja Muara Bungo Peringati Hari Keselamatan Transportasi dengan Doa Bersama dan Bagi Helm

B. Sejarah Kopi dari Masa ke Masa dan Tokoh yang Menemukan

Sejarah kopi adalah perjalanan panjang yang berawal dari legenda penggembala kambing Ethiopia bernama Kaldi sekitar abad ke-9 Masehi. Penemuan Kaldi yang memperhatikan kambingnya menjadi sangat aktif setelah memakan buah beri tertentu kemudian menyebar ke semenanjung Arab, di mana para sufi memanfaatkannya untuk membantu mereka tetap terjaga selama ritual doa malam (Farah, 2024).

Baca Juga :  Tingkatkan Pelayanan Kesehatan, CE: Jangan Ada Pasien Ditolak Karena Alasan Miskin

Dari Mekkah dan Kairo, “anggur Arab” ini mulai menyebar melalui jalur perdagangan ke Eropa pada abad ke-17. Di Eropa, kedai kopi lantas menjelma menjadi pusat intelektual, politik, dan komersial yang dikenal sebagai “Penny Universities” di London (Ellis, 2021). Kopi bukan sekadar minuman; ia adalah katalis bagi Revolusi Industri, pencerahan, dan pertukaran ide. Ekspansi kolonial Eropa juga turut berperan dalam penyebaran masif tanaman kopi ke seluruh dunia, termasuk Indonesia (Wintgens, 2020).