RUMAH SAKIT INTERNASIONAL: SEANDAINYA KITA PUNYA!!!

Prof. Dr. Mukhtar Latif, M.Pd Tenaga Ahli Gubernur Jambi, Ketua ICMI Orwil Jambi – Guru Besar UIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi. Foto: Diskominfo Provinsi Jambi

Oleh. Prof. Dr. Mukhtar Latif
(Tenaga Ahli Gubernur Jambi – Guru Besar UIN STS Jambi)


Sebuah Paradigma Akademis

Provinsi Jambi hingga kini belum memiliki Rumah Sakit Internasional yang diakui secara global maupun berstandar akreditasi Joint Commission International (JCI). Keberadaan rumah sakit yang ada, baik RSUD Raden Mattaher, RS Bhayangkara, DKT, RS Abdul Manaf maupun RS yang ada di kabupaten/kota dalam Provinsi Jambi, termasuk RS swasta — masih beroperasi pada level nasional.

Padahal, kebutuhan masyarakat terhadap layanan medis berstandar internasional terus meningkat, seiring tren masyarakat Jambi yang berobat ke Malaka dan Singapura setiap tahun.¹ Fenomena ini menandakan adanya defisit kepercayaan (trust deficit) terhadap mutu dan fasilitas kesehatan di daerah oleh kalangan masyarakat Jambi, selain menjadi tren sambil berkunjung ke luar negeri (aji mumpung).

Baca Juga :  Amankan Pelaksanaan MTQ Ke-16 Kabupaten Tebo, Polri dan FKPPI Terlihat Kompak

Rumah Sakit di Era Global dan Digital: Paradigma Rumah Sehat vs Rumah Sakit

Dalam konteks globalisasi digital, rumah sakit tidak sekadar “tempat orang sakit”, melainkan “rumah sehat” (wellness home) yang berorientasi pada pencegahan, digitalisasi layanan, dan pengalaman pasien (patient experience).²

Paradigma baru ini menuntut integrasi telemedisin, rekam medis digital, dan kolaborasi lintas universitas–rumah sakit. Jambi masih tertinggal di aspek ini, digitalisasi sistem pelayanan kesehatan baru berjalan parsial. Rumah sakit internasional diharapkan mampu menggeser paradigma dari kuratif ke preventif dan promotif.

Baca Juga :  Di Hadapan Tim Perempuan Pendukung Haris-Sani Muaro Jambi, Al Haris Bicara Pemberdayaan Ekonomi Keluarga

Pengunjung RS Melaka dan Singapura: Berobat atau Wisata Medis?

Sebagian besar warga Jambi yang ke Melaka atau Singapura tidak semata mencari pengobatan, melainkan memadukan berobat dan berwisata medis (medical tourism).³

Data Malaysia Healthcare Travel Council (MHTC) menunjukkan sekitar 300.000 pasien Indonesia berobat ke Malaysia setiap tahun, dan sebagian besar berasal dari Sumatra, termasuk Jambi.⁴ Fenomena “berobat sambil berwisata” menandakan bahwa pelayanan kesehatan telah memasuki ranah ekonomi kreatif dan pariwisata global.