SIDAKPOST.ID, Jambi – 1 Juni 2025 – Di tengah pusaran zaman yang serba cepat dan dangkal, Hari Lahir Pancasila tahun ini kembali menggugah kesadaran kolektif bangsa Indonesia akan akar jati dirinya yang terdalam.
Namun, bagi Prof. Iskandar, Guru Besar Psikologi Pendidikan dan penggagas konsep Ruhiologi, peringatan ini bukan sekadar seremonial, melainkan momentum restorasi ruhani kebangsaan yang telah lama tergerus arus materialisme dan krisis spiritual.
“Pancasila bukan sekadar ideologi, tetapi energi ruhani bangsa. Ia lahir dari kedalaman nilai-nilai ilahiah dan hikmah peradaban nusantara,” ujar Prof. Iskandar dalam refleksi Hari Lahir Pancasila.
Ruhiologi — cabang baru baru dalam psikologi pendidikan yang dikembangkan Prof. Iskandar — mengajak dunia pendidikan kembali pada dimensi substansu yang terdalam manusia: kesadaran akan makna hidup, keterhubungan dengan Tuhan, serta nilai-nilai universal seperti kejujuran, integritas, kasih sayang, dan keadilan. Perspektif ini sejalan dengan jiwa Pancasila yang sejak awal dirumuskan oleh para pendiri bangsa sebagai fondasi etik dan spiritual dalam membangun Indonesia merdeka.
“Kita tidak cukup hanya mendidik anak-anak kita agar cerdas secara intelektual dan emosional serta trampil secara teknologi. Mereka harus tumbuh dengan kecerdasan ruhani — inilah misi sejati Pancasila,” tambahnya.
Dalam konteks Ruhiologi, Pancasila dipahami bukan sekadar lima sila, tetapi sebagai lima poros pembentuk keutuhan ruhani bangsa. Ketuhanan yang Maha Esa menjadi pusat kesadaran transendental, Kemanusiaan yang adil dan beradab sebagai ekspresi cinta kasih universal, hingga keadilan sosial sebagai bentuk nyata dari keadilan ruhani.
Pesan ini semakin relevan di tengah krisis global: dari konflik geopolitik, degradasi lingkungan, hingga kegersangan spiritual generasi muda. Melalui pendekatan RQ, Prof. Iskandar menyerukan perlunya “pendidikan yang memuliakan kemanusian manusia dari dalam diri”, dengan Pancasila sebagai kompas ruhani.