Ponsel Raka bergetar. Sudah hampir tengah malam, dan ia masih asyik bermain gim daring sambil sesekali melirik notifikasi dari media sosial. Seperti biasa, ia menerima banyak pesan, sebagian besar hanya candaan atau ajakan bermain dari teman-temannya. Namun, ada satu notifikasi yang membuatnya berhenti sejenak.
Nomor asing. Pesannya singkat: “Jangan lupa untuk jadi versi terbaik dirimu.”
Raka mengerutkan kening. Siapa ini? Mengapa orang asing mengiriminya pesan seperti itu? Ia mengabaikannya dan kembali fokus pada gim. Namun, malam berikutnya, pesan serupa datang lagi, kali ini dengan tambahan: “Kamu punya potensi besar. Jangan sia-siakan.”
Raka mulai penasaran. Ia membalas pesan itu dengan hati-hati. “Maaf, ini siapa ya?”
Tak lama kemudian, balasan datang: “Seorang teman lama yang ingin melihatmu sukses.”
Raka mencoba mengingat-ingat, tapi tidak ada yang terlintas. Meski begitu, pesan-pesan itu terus berdatangan setiap malam. Isi pesannya selalu positif, mengingatkan Raka untuk berusaha lebih keras dalam menjalani hidupnya. Awalnya ia merasa risih, namun perlahan pesan-pesan itu membuatnya merenung.
Raka adalah mahasiswa biasa yang sering bermalas-malasan. Tugas menumpuk diabaikan, dan ia lebih memilih bermain gim atau scroll media sosial tanpa tujuan. Tapi pesan-pesan itu mulai mengubahnya. “Versi terbaik dirimu.” Kata-kata itu terus terngiang di kepalanya.
Hingga suatu malam, pengirim pesan itu akhirnya mengungkap identitasnya. Ternyata, dia adalah Kak Dimas, senior Raka di SMA. Dimas pernah menjadi mentor Raka saat ia hampir menyerah menghadapi ujian akhir.
“Aku cuma ingin memastikan kamu tidak lupa dengan potensimu, Ka,” tulis Dimas.
Sejak saat itu, Raka mulai memperbaiki kebiasaannya. Ia belajar lebih giat, membatasi waktu bermain gim, dan mencoba mengembangkan keterampilannya. Malam-malamnya tak lagi dihabiskan dengan layar ponsel, melainkan dengan mimpi-mimpi yang mulai ia susun kembali.
Editor: Madi