Berdasarkan rekapitulasi hasil pelepasan kawasan hutan tercatat dari Kabinet Pembangunan hingga Kabinet Indonesia Bersatu, pemerintah telah memberi ijin sebanyak 667 unit sertifikat kepada swasta, dengan luas 6.532.327 Ha.
Sementara, Kabinet Kerja yang berumur dari 2014-2017 hanya memberi ijin sebanyak 36 unit keputusan kepada swasta, dengan luas kawasan sebesar 305.984 Ha.
Karena TORA dibuat dengan tujuan untuk pemerataan ekonomi dan memperbaiki rasio gini, maka ada tiga skema yang dilakukan untuk pemerataan ini, yaitu melalui skema Lahan sebagai aset (Land Tenure Right) yang mana dalam hal ini KLHK menyiapkan 4,8 juta Ha, dan Kesempatan dalam bentuk akses legal pengelolaan hutan (Forest Tenure Right), seluas 12,7 juta Ha.
Saat ditanya dalam diskusi dengan media ini, mengenai apa perbedaan utama dari program Reforma Agraria yang dilakukan kabinet kerja saat ini dibanding dengan kabinet-kabinet sebelumnya.
Menteri Siti lugas menyampaikan bahwa, pemerintah saat ini tidak hanya melakukan redistribusi lahan dan membiarkan masyarakat berdaya sendiri untuk mengelola aset mereka.
Namun, saat ini pemerintah melakukan kajian sehingga program ini haruslah memberi nilai ekonomi kepada masyaraktnya.
Oleh sebab itu program ini dilakukan secara kluster atau berkelompok dengan menciptakan koperasi tani hutan, sehingga kelembagaan ekonomi terkecil ini dapat mengajukan pinjaman dalam bentuk KUR kepada lembaga keuangan dalam hal ini adalah bank-bank BUMN, sehingga masyrakat memiliki modal untuk memperbaiki ekonomi mereka.
Sebut Menteri Siti bahwa, peran LSM ditingkat tapak selama ini sangat membantu mengawal program TORA dan perhutanan sosial ini. “Walaupun teman-teman LSM ini sangat keras tapi mereka mengawal ini sangat baik, sehingga program ini berjalan transparan,” ujar Siti.