Lahan gambut Indonesia mencapai 15 juta hektar atau sekitar 12% dari luas kawasan hutan. Kandungan karbon gambut diperkirakan mencapai 6 ton per hektar dengan kedalaman 1 cm. Kandungan karbon inilah yang menjadi sumber masalah emisi ketika terbakar.
Upaya kolaboratif penanganan karhutla yang berjalan dengan baik dipastikan juga berkontribusi terhadap penurunan emisi.
“Pencapaian penanganan karhutla secara signifikan menyebabkan pengurangan emisi dari hutan dan lahan, termasuk dari lahan gambut,” tegas Putera Parthama di hadapan 100 peserta dari 6 negara Asia Tenggara (Indonesia, Malaysia, Thailand, Singapore, Vietnam dan Brunei Darussalam).
Disampaikan Putera Parthama, belajar dari bencana kebakaran lahan dan hutan pada tahun 2015, 2016 dan 2017, Presiden Joko Widodo memberi tujuh arah peningkatan koordinasi dan antisipasi karhutla, yaitu: Meningkatkan kerjasama, komitmen dan upaya kuat dari semua pemangku kepentingan; Pantau prediksi cuaca untuk kesiapan yang lebih baik; Persiapan menghadapi kebakaran lahan / hutan harus dimulai sejak dini, respon cepat terhadap kejadian kebakaran lahan / hutan; Penegakan hukum; Pemenuhan kewajiban untuk mempertahankan wilayah kerja masing-masing; Menyiapkan sumber daya manusia dan peralatan; dan Libatkan komunitas dalam pencegahan kebakaran hutan dan lahan.
Ditambahkan Direktur Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan KLHK, Raffles B. Pandjaitan, selain di tingkat nasional, Indonesia juga berkolaborasi dengan mitra internasional. Indonesia berkomitmen untuk memperkuat kerjasama dengan semua pihak dalam segala aspek untuk pengendalian kebakaran hutan dan lahan. “Kita telah meluncurkan Regional Fire Management Center – South East Asia (RFMRC-SEA) pada 10 Juli 2017 lalu di Jakarta”, ucap Raffles.