“Pembinaan personel TNI AD tidak harus membentuk prajurit menjadi robot perang, melainkan membentuk prajurit Tri Sakti Wiratama, yang memiliki kekuatan mental dan fisik serta tingkat intelektual yang baik,” tegasnya.
“Pembinaan jasmani prajurit oleh Disjasad harus efektif, humanis dan terstandardisasi sesuai dengan jenis tantangan tugas satuan-satuan TNI AD,” tambah Wakasad.
Disampaikan Wakasad, untuk memelihara dan meningkatkan fisik prajurti agar memenuhi standar yang diharapkan, tidak hanya belajar dari pelaksanaan pembinaan jasmani oleh militer negara sahabat, Disjasad juga dapat belajar dari Kopassus dengan program Spartan Komandonya atau Sparko.
Yang tidak hanya mampu meningkatkan kemampuan jasmani para anggotanya, namun juga menjadi trend setter dikalangan muda-mudi tanah air dalam pembinaan jasmani tanpa sarana prasarana kebugaran khusus.
“Metoda Sparko menunjukkan bahwa program pembinaan jasmani tidak terkesan berat, namun juga bisa dilakukan dengan riang gembira,” kata dia.
Dalam kesempatan itu juga, Wakasad menekankan bahwa pembinaan jasmani tidak hanya menjadi tanggungjawab Disjasad, namun menjadi tanggungjawab kita bersama. Inovasi yang dikembangkan oleh Disjasad jangan hanya tentang sistem atau alat uji semata.
“Yang lebih penting adalah bagaimana mengembangkan sistem dan metode pembinaan jasmani prajurit yang efektif dan humanis, mampu menumbuhkan kesadaran kepada seluruh prajurit bahwa pembinaan jasmani bukanlah tuntutan melainkan kebutuhan sebagai prajurit yang professional,” terangnya.
“Hal terpenting yang harus segera ditemukan oleh Disjasad adalah menumbuhkan kembali budaya pembinaan jasmani disatuan-satuan secara mandiri serta menghilangkan stigma Binjas sebagai momok bagi prajurit yaitu melalui penataan sistem pembinaan jasmani Angkatan Darat yang dapat membangun prajurit TNI AD yang profesional dan unggul,” tutur Letjen TNI Tatang Sulaiman.