Kontribusi UMKM bagi produk domestic bruto (PDB) mencapai 2.609,4 triliun rupiah atau 55,6%. UMKM juga menyumbang devisa Negara sebesar 183,8 triliun rupiah atau 20,2 %.
Selanjutnya UMKM juga turut andil bagi pertumbuhan ekonomi nasional sebesar dua hingga empat persen dan nilai investasinya signifikan mencapai 640,4 triliun rupiah atau 52,9%.
Menurut Amir Machmud (2017) permasalahan klasik dari UMKM itu sendiri yaitu keterbatasan modal. Namun para UMKM cenderung meminjam modal pada sumber-sumber informal seperti rentenir, unit simpan pinjam dan bentuk-bentuk lain.
Karena sumber-sumber informal lebih fleksibel, persyaratannya tidak serumit perbankan serta penacairan kredit yang lebih mudah. Dalam operasionalnya sumber dana informal tersebut menerapkan bunga, hal ini pun berakibat pada eksistensinya UMKM.
Ketika usahanya mengalami kendala yang berakibat kerugian maka UMKM harus membayar beban bunga. Kondisi ini lah yang menyebabkan ketidakberdayaan UMKM yang dapat bermuara pada meningkatnya angka kemiskinan.
Dalam perspektif islam sendiri, kemiskinan dapat timbul salah satunya karena ketidakpedulian dan kebakhilan kelompok kaya terdapat pada (Q.S Ali Imran [3] : 180 ; Q.S Al-Ma’arij)
UKM menghadapi dua permasalahan utama yaitu finansial dan nonfinansial. Menurut Urata (2000) dalam Muhyi dkk. (2016), yang tergolong masalah finansial antara lain:
Kurangnya kesesuaian antara dana yang tersedia dan dana yang dapat diakses oleh UMKM.
Tidak adanya pendekatan yang sistematis dalam pendanaan UKM adanya biaya transaksi yang tinggi kurangnya akses ke sumber danan formal adanya bunga kredit untuk investasi ataupun untuk modal kerja banyaknya UKM yang belum bankable masalah nonfinansial antara lain: