Peran Penting Rehabilitasi Sebagai Penegakan Hukum dalam Penyalahgunaan Narkotika

Ketersediaan narkotika disatu sisi merupakan obat yang bermanfaat di bidang pengobatan atau pelayanan kesehatan dan pengembangan ilmu pengetahuan namun disisi lain menimbulkan ketergantungan yang sangat merugikan apabila disalahgunakan.

Untuk melakukan pencegahan dan penyediaan narkotika demi kepentingan pengobatan dan pelayanan kesehatan, maka salah satu upaya pemerintahan ialah dengan melakukan pengaturan secara hukum tentang pengedaran, impor, ekspor, menanam, penggunaan narkotika secara terkendali dan dilakukan pengawasan yang ketat.

Maka untuk mencegah dan memberantas penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika yang telah merugikan dan membahayakan kehidupan masyarakat.

Baca Juga :  Asal-usul Penyebutan BH di Indonesia dan Bra di Dunia

Undang-Undang Nomor 35 tahun 2009 tentang Narkotika adalah penyempurnaan dari Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 yang dirasa kurang memberikan efek jera serta mengurangi tingkat pencegahan baik secara kuantitatif maupun secara kualitatif terhadap peredaran dan penyelahgunaan narkotika.

Keberadaan UU yang baru ini juga telah mengatur mengenai pengaturan tentang rehabilitasi medis dan sosial serta pemanfaatan narkotika untuk kepentingan pengobatan dan kesehatan.
Pada tahun 2019, data BNN telah melakukan layanan rehabilitasi terhadap 13.320 orang melebihi target yang telah diberikan yaitu sebanyak 10.300 orang.

Baca Juga :  Simak 5 Tips Merawat Aki Sepeda Motor Agar Semakin Awet

Dengan rincian yaitu sebanyak 11.370 orang dengan rehabilitasi layanan rawat jalan dan 1.950 orang rawat inap. Kemudian dalam pengungkapan kasus narkotika, BNN bersama Polri, TNI, Bea Cukai dan Imigrasi di tahun 2019 telah berhasil mengungkap sebanyak 33.371 dengan sejumlah barang bukti yaitu narkotika jenis ganja dengan total sebesar 112,2 ton, Sabu seberat 5,01 ton, Ekstasi sebanyak 1,3 juta butir dan PCC sebanyak 1,65 juta butir yang disita dari sejumlah tempat di seluruh Indonesia.