Pemilihan umum merupakan fondasi utama demokrasi, di mana setiap suara rakyat harus dihitung secara adil dan transparan. Namun, sering kali pemungutan suara ulang (PSU) terjadi akibat berbagai pelanggaran, salah satunya karena kelalaian Komisi Pemilihan Umum (KPU). Kelalaian ini bukan hanya menunjukkan kurangnya profesionalisme penyelenggara pemilu, tetapi juga berpotensi mencederai kepercayaan publik terhadap sistem demokrasi di Indonesia.
Kelalaian KPU dan Faktor Penyebab PSU
PSU umumnya terjadi karena adanya kesalahan administratif atau pelanggaran prosedur yang dilakukan oleh KPU atau petugas penyelenggara pemilu di lapangan. Salah satu contoh kelalaian yang sering terjadi adalah kesalahan dalam distribusi surat suara. Beberapa kasus menunjukkan bahwa surat suara yang seharusnya diperuntukkan bagi daerah tertentu justru dikirim ke wilayah lain, sehingga proses pemungutan suara tidak dapat berjalan dengan benar.
Selain itu, masalah lain yang kerap muncul adalah adanya pemilih yang tidak terdaftar dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT) tetapi tetap diberikan kesempatan untuk mencoblos. Ini jelas melanggar prosedur yang seharusnya dijalankan dengan ketat. Kesalahan ini bisa disebabkan oleh ketidaktelitian petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) dalam memverifikasi identitas pemilih atau kurangnya sosialisasi dari KPU kepada masyarakat terkait aturan pemilu.
Tak hanya itu, dalam beberapa kasus, PSU juga disebabkan oleh indikasi ketidaknetralan petugas pemilu, seperti penggelembungan suara atau manipulasi hasil penghitungan. Hal ini menunjukkan bahwa pengawasan terhadap pelaksanaan pemungutan dan penghitungan suara masih lemah, sehingga membuka celah bagi kecurangan yang dapat merusak kredibilitas pemilu.