“Aura” dan “tuah” itu lahir bukanlah proses “sim salabim” ala lampu aladin. Tapi penguasaan hukum adat yang menggambarkan keduanya bukanlah pemimpin yang sembarangan.
Bukankah ketika Al Haris mendatangi Lembaga Adat Melayu Jambi mengeluarkan seloko “tunjuk ajar” sebagai penguasaan Hukum Adat Jambi.
Atau Yai Sani didalam debat wakil Gubernur – satu-satunya menggunakan seloko, mengutip “Seciap bak ayam. Sedenting bak logam. Adat bersendi syara. Syara bersendikan kitabullah. Syara mengatokan, adat memakai”, yang kemudian ditutup didalam pidato penutupannya (Closing statement), “Padi menjadi. Rumput hijau. Aeknyo tenang. Ke aek cemeti keno. Ke darat durian gugur”.
Keduanya mampu memposisikan sebagai pemimpin Jambi. “Pohon rindang ditengah dusun. Pohonnya gedang tempat beteduh. Akarnya tempat besilo”.
Sehingga “daya getar” yang diungkapkan oleh keduanya mampu menggerakkan masyarakat Jambi untuk ke TPS. Kemudian memilihnya.
Dan alam pikirannya (alam cosmopolitan) kemudian menggerakkan. Kekuatan politik yang sulit dibendung oleh politik pragmatis. Termasuk juga berhasil membungkam Lembaga survey yang dengan angkuh tidak berhasil memotretnya.
Memilih Pemimpin. Pemimpin Betuah.
Selama datang Pemimpin Betuah.
Musri Nauli : Direktur Media Publikasi dan opini Tim Pemenangan Al Haris-San