SIDAKPOST.ID, TEBO – Peristiwa yang sangat memilukan yang terjadi di Kecamatan Tebo Ulu, Kabupaten Tebo, Provinsi Jambi, beberapa hari yang lalu. Pasalnya, ada tiga korban tewas akibat terkaman keganasan buaya penunggu sungai bantaghari.
Korban pertama, anak SD di Kelurahan Pulau Temiang, tahun 2017 lalu. Ibu paruh baya, di Dusun Pulau Jelmu, dan terakhir korban seorang Nenek, warga Malako Intan, dia tewas dengan kondisi sangat mengenaskan. Menyikapi kejadian tersebut, Sejarawan dan tokoh adat setempat angkat bicara.
Dainuri, Sejarawan yang mengaku masih ada hubungannya dari garis keturunan, Nyai Hadijah Dukun besar yang tinggal disebuah Kampung Dusun Jambu dimasa zaman Belanda dulu dan sekarang ini berada wilayah Kecamatan Tebo Ulu.
“Saya masih ada garis keturunan dari Nyai Hadijah, dimasa hidupnya zaman dulu Nyai Hadijah bisa menundukkan Binatang buas seperti Harimau dan Buaya dan bahkan Binatang tersebut jinak seperti peliharaannya serta diberi makan, ” ungkap Dainuri.
Bahkan Nyai Hadijah juga terlihat sangat dekat dengan buaya dan hewan lainnya, hal ini pertanda bahwa, pada zaman dahulu, buaya tidak mengganggu sama sekali.
“Yang saya tau, buaya yang ada di sungai sangat jinak, karena seekor buaya itu, tak akan mengganggu manusia, apabila habitatnya tidak pernah diganggu, itu yang pernah dikatakan ibu waktu itu, ” ungkapnya.
Sebut Dainuri, dimasa kecilnya dulu dirinya tinggal dengan ibunya di dusun Teluk Jambu melihat ibunya, Siti Rahmah akrab dengan Buaya di Sungai Batanghari dan buaya – buaya itu sering juga dikasih makan.
Begitu juga dengan Dainuri, dirinya merasa dekat dengan Buaya dan kala itu Buaya tidak mau mengganggu manusia. Saat ini Dainuri tinggal di Kecamatan Rimbo Ilir, namun Dainuri tidak melupakan kampung asal kelahirannya di Tebo Ulu.