“Harith, engkau telah memiliki dunia. Tapi jangan lupakan akhirat. Masih ada waktu untuk bertobat.”
Air mata Harith mengalir. Ia bertanya dengan penuh penyesalan,
“Masihkah Allah akan mengampuniku setelah semua dosaku?”
Lelaki itu menjawab,
“Rahmat Allah lebih luas dari dosamu, selama engkau sungguh-sungguh bertobat.”
Dengan sisa tenaga, Harith memanggil keluarga dan para pelayannya. Ia berwasiat: semua hartanya harus dibagikan untuk anak yatim, fakir miskin, dan pembangunan masjid. Ia juga meminta dikafani dengan kain sederhana dan dimakamkan seperti orang biasa.
Warisan Tobat yang Menggetarkan Kota
Menjelang subuh, Harith menghembuskan napas terakhir. Di wajahnya terukir senyum damai—senyum yang tak pernah terlihat sebelumnya. Kisah tobat Harith menyebar ke seluruh kota. Banyak yang menangis haru, dan para dhuafa mendoakannya tanpa henti.
“Dulu ia menolak kami, kini ia meninggalkan segalanya untuk kami.”
Kini, Harith dikenang bukan sebagai saudagar terkaya, melainkan sebagai orang yang sempat bertobat sebelum ajal menjemputnya. Ia meninggalkan warisan amal jariyah yang terus mengalir, lebih berharga dari tumpukan emas.
Pesan Moral:
Tidak ada kata terlambat untuk bertobat, selama nyawa masih di tenggorokan dan hati masih mampu menyesal. Harta tidak menjamin keselamatan, hanya amal dan taubat tulus yang menyelamatkan di akhirat.
Editor: Madi