Daerah  

Kelompok Peternak Sapi Pali-Pali Jaya Ponjong Berkomitmen Menjaga Kesehatan Hewan Ternak

Medik Veteriner UPT. Puskeswan Karangmojo drh. Retno Firdaus Srifiyati menyuntikkan vaksin ke sapi milik Kelompok Peternak Sapi Pali-Pali Jaya di Jaten Ponjong Gunungkidul, Selasa 23 Juli 2024. (Polda DIY, DPKH dan Dinkes Gunungkidul). Foto : Abrar/kontributor

PS Panit 2 Subdit Ekonomi Ditintelkam Polda DIY Inspektur Polisi Satu (Iptu) Gatot Wahyu Wijaya Saputra, S.H., M.M. menuturkan, melalui sosialisasi ini diharapkan peternak maupun warga Gunungkidul bisa mengetahui tentang bahaya tradisi brandu/purak yang masih sering dilakukan.

Tradisi brandu/purak menjadi penyebab utama penularan salah satu penyakit zoonosis yaitu antraks dari sapi kepada manusia.

“Sosialisasi harus terus menerus dilakukan sampai tidak ada lagi warga yang mengonsumsi daging ternak mati atau sakit yang mengandung bakteri antraks,” ujarnya, dalam keterangan tertulis, Rabu 24 Juli 2024.

Baca Juga :  Jembatan Gantung Ambruk, 30 Wisatawan Lokal Terluka

Selama ini, Polda DIY berkoordinasi dengan instansi terkait/Organisasi Perangkat Daerah (OPD) maupun para peternak mengawasi lalu lintas keluar masuknya hewan ternak di DIY khususnya di Gunungkidul. Terutama di Kapanewon Ponjong sebagai pintu masuk yang berbatasan langsung dengan Kecamatan Eromoko, Wonogiri, Jawa Tengah (Jateng). “Tujuannya untuk memantau kesehatan bibit hewan ternak yang masuk DIY,” ucapnya.

Lebih lanjut, Retno menjelaskan, sosialisasi Penyakit Hewan Menular Strategis (PHMS) pada ternak penting untuk disampaikan kepada peternak. Di awal tadi, dari UPT. Puskeswan Karangmojo juga telah melakukan vaksinasi yaitu Vaksin Penyakit Mulut dan Kuku (PMK), Vitamin B-Plex, Anti Nyeri dan Demam dan Obat Cacing di kandang milik kelompok peternak sapi di Jaten Ponjong.

Baca Juga :  Menteri LHK : Penghijauan di Lebak dan Bogor Dilakukan Bersamaan Konservasi Tanah dan Air

Sedangkan untuk Vaksin Antraks diberikan setiap enam bulan sekali. “Hanya di daerah yang menjadi zona merah antraks,” kata dia.

Sementara itu, Sidig menyampaikan, tradisi brandu/purak merupakan kebiasaan masyarakat Gunungkidul yang menyembelih daging hewan ternak yang sudah mati atau kelihatan sakit, kemudian membagi-bagikannya ke tetangga untuk dikonsumsi, supaya tidak sia-sia dagingnya.