Dalam dunia politik Indonesia yang dinamis, terutama saat berlangsungnya Pilkada (Pemilihan Kepala Daerah), sportivitas menjadi nilai yang sangat penting. Salah satu ciri utama sportivitas adalah memiliki jiwa ksatria, yaitu kesediaan menerima kekalahan dengan lapang dada. Sayangnya, tidak semua politisi siap menunjukkan kedewasaan ini ketika hasil Pilkada tidak berpihak pada mereka.
Pentingnya Jiwa Ksatria dalam Pilkada
Pilkada bukan sekadar perebutan kekuasaan, tetapi juga ajang menunjukkan karakter sejati seorang pemimpin. Memiliki jiwa ksatria dalam politik berarti siap menang, namun juga siap kalah tanpa membuat keributan. Inilah bentuk komitmen terhadap demokrasi yang sehat dan beretika.
Seperti yang dikatakan Presiden Joko Widodo, “Yang namanya kompetisi politik, ya harus siap menang, harus siap kalah. Tapi yang paling penting, jangan mengorbankan persatuan bangsa hanya karena tidak siap menerima kekalahan.” Pernyataan ini menjadi pengingat bahwa dalam demokrasi, kedewasaan politik jauh lebih penting daripada ambisi pribadi.
Dampak Buruk Jika Tidak Siap Kalah
Penolakan terhadap hasil pemilihan, penyebaran narasi kecurangan tanpa bukti, hingga provokasi terhadap pendukung adalah contoh nyata dari kurangnya jiwa ksatria. Sikap seperti ini bukan hanya menciptakan ketegangan politik, tetapi juga merusak kepercayaan masyarakat terhadap proses demokrasi itu sendiri.
Tokoh pluralis seperti almarhum Gus Dur juga pernah mengatakan, “Tidak penting siapa yang menang, yang penting demokrasi kita tetap sehat.” Pesan ini mengandung nilai universal bahwa menjaga demokrasi jauh lebih penting daripada sekadar meraih jabatan.