Di tengah hiruk-pikuk kehidupan modern, sebagian besar orang bekerja keras untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Namun, ada segelintir individu yang berhasil menjalani gaya hidup glamor tanpa harus berkeringat. Mereka bukan pebisnis sukses atau selebriti, melainkan pengangguran yang pandai memanfaatkan keadaan.
Bagi mereka, hidup mewah bukan soal bekerja, melainkan soal jaringan. Dengan lingkaran pergaulan yang tepat, mereka bisa mendapatkan segala yang diinginkan tanpa harus mengeluarkan sepeser pun uang sendiri. Mereka kerap menghadiri pesta-pesta eksklusif, mengendarai mobil mewah, dan mengenakan pakaian dari desainer ternama—semua berkat kepiawaian mereka dalam “mengelola” orang-orang di sekitar.
Metode yang mereka gunakan beragam. Ada yang menggunakan rayuan halus kepada orang-orang kaya yang mereka dekati, ada pula yang membangun citra sebagai sosok yang berpengaruh sehingga orang lain merasa berkewajiban untuk membiayai gaya hidup mereka. Dari liburan ke luar negeri hingga makan di restoran bintang lima, semuanya bisa didapatkan tanpa modal.
Namun, di balik kemewahan ini, ada sisi lain yang jarang disorot. Ketergantungan pada orang lain membuat mereka selalu harus menjaga citra dan hubungan, karena jika akses tersebut terputus, maka kehidupan glamor mereka bisa runtuh dalam sekejap. Pertanyaannya, sampai kapan gaya hidup seperti ini bisa dipertahankan?
Referensi:
- Buku “Psikologi Manipulasi” oleh John Smith
- Artikel “Seni Bergaul dan Pengaruh Sosial” di Majalah Elite
Editor: Madi