Full Day School Kembali Viral: Pro dan Kontra di Kalangan Orang Tua dan Siswa

Ilustrasi siswa sekolah dasar sedang belajar di dalam kelas seharian penuh, menunjukkan suasana fokus dan kelelahan. Gambar: AI

Full Day School Kembali Viral, Apa yang Membuatnya Jadi Sorotan?

Baru-baru ini, kebijakan Full Day School kembali menjadi viral di media sosial dan media massa. Wacana penerapan kembali sistem belajar seharian penuh di sekolah memicu perdebatan hangat antara pihak yang mendukung dan yang menolak. Tidak hanya guru dan siswa, para orang tua pun ikut angkat suara.

Sistem Full Day School sebenarnya bukan hal baru di dunia pendidikan Indonesia. Namun, pada tahun ajaran 2025/2026, muncul wacana penerapan nasional yang memicu reaksi publik karena dinilai tidak mempertimbangkan kondisi daerah, kesiapan sekolah, hingga kesehatan mental siswa.


Apa Itu Full Day School?

Full Day School adalah sistem belajar yang membuat siswa berada di sekolah selama hampir seharian penuh, biasanya dari pukul 07.00 hingga 15.30 atau bahkan lebih. Tujuannya adalah memperkuat karakter dan mengefektifkan waktu belajar, sekaligus mengurangi waktu siswa untuk kegiatan negatif di luar rumah.

Baca Juga :  HUT ke-39, Yayasan Setih Setio berbagi bersama Mahasiswa dan Tim Medis

Namun, sistem ini justru memunculkan tantangan baru yang kini kembali ramai dibahas di internet.


Pro: Manfaat Positif dari Full Day School

  1. Pembentukan Karakter Lebih Optimal
    Dengan waktu lebih banyak di sekolah, siswa bisa lebih dibina secara moral dan akademik.

  2. Membatasi Waktu Bermain Gadget
    Karena sibuk belajar di sekolah, waktu anak untuk bermain gadget bisa berkurang.

  3. Orang Tua yang Bekerja Merasa Terbantu
    Waktu sekolah yang panjang membantu orang tua pekerja mengatur aktivitas anak di luar rumah.


Kontra: Tantangan dan Kritik dari Banyak Pihak

  1. Beban Belajar Berlebihan
    Banyak yang menganggap siswa terlalu lelah dan kurang waktu istirahat.

  2. Minimnya Kegiatan di Luar Sekolah
    Anak-anak kehilangan waktu bersosialisasi di lingkungan rumah atau kegiatan ekstrakurikuler lainnya.

  3. Kesenjangan Fasilitas Sekolah
    Tidak semua sekolah siap menjalankan sistem ini, terutama di daerah dengan fasilitas terbatas.