Menurut Hasto Wardoyo, persoalan tingginya stunting di di NTT bukan hanya persoalan kesehatan dan kekurangan gizi tetapi juga karena kesulitan mendapatkan akses fasilitas pelayanan kesehatan.
“Faktor kemiskinan, rendahnya tingkat pendidikan serta pola asuh yang salah turut menyumbang tingginya angka prevalensi stunting. Langkah kongkret yang diperlukan untuk mempercepat penurunan angka stunting adalah pelibatan mitra kerja untuk memperluas jangkauan intervensi sesuai sesuai dengan kebutuhan sasaran dan potensi yang dimiliki mitra kerja,” tukasnya.
Ketua Yayasan Seribu Cita Bangsa, Jessica Arawinda menjelaskan, sejak tahun 2018 Yayasan Seribu Cita Bangsa (1000 Days Fund) meluncurkan program pencegahan stunting melalui intervensi di tingkat desa menggunakan alat edukasi yang inovatif.
Ketika pertama kali datang ke desa tempat melaksanakan program untuk pertama kalinya, sebagian masyarakat tidak mengenal apa itu stunting, apa kaitannya dengan 1000 Hari Pertama Kehidupan dan bagaimana caranya mengoptimalkan pertumbuhan anak serta mencegah mereka dari stunting.
“Program pertama kami menunjukan perubahan perilaku dan kebiasaan orangtua dan pengasuh yang signifikan. Intervensi dalam bentuk informasi dan pengetahuan mendorong perubahan perilaku yang berkelanjutan,” jelas Jessica.
Widodo Suhartoyo, ECED Adviser Tanoto Fundation yang juga terlibat aktif dalam penanganan stunting di Timor Tengah Selatan, mengakui kerjasama kolaboratif dengan BKKBN sangat strategis karena mengatasi persoalan keterbelakangan pendidikan dari sektor hulu.
“Jika masalah stunting bisa kita atasi dari awal maka kami percaya tingkat pendidikan masyarakat juga akan meningkat. Dengan penguatan Tim Pendamping Keluarga (TPK) yang menjadi garda depan BKKBN dalam upaya akselerasi percepatan penurunan stunting dan komunikasi perubahan perilaku di masyarakat,”ungkapnya.