Dahulu kala, di sebuah lembah yang dikelilingi bukit hijau, hiduplah seorang pemuda bernama Raksa. Ia dikenal sebagai seorang petani sederhana namun berhati mulia. Raksa tinggal di sebuah desa kecil yang tandus dan gersang. Meskipun begitu, ia tidak pernah kehilangan semangat. Setiap pagi, ia bekerja keras mencangkul tanah yang keras dan kering, berharap suatu hari tanah itu akan subur dan membawa kehidupan bagi desanya.
Suatu hari, saat Raksa sedang menggali tanah di ladangnya, ia menemukan sebuah batu kecil berwarna merah menyala. Batu itu memancarkan cahaya yang menakjubkan. Raksa terkejut, tetapi ia segera menyadari bahwa batu itu bukan batu biasa. “Ini pasti pemberian para dewa,” pikirnya. Dengan hati-hati, ia membawa batu tersebut ke rumahnya.
Malam harinya, Raksa bermimpi. Dalam mimpinya, seorang wanita cantik bergaun putih bersinar mendatanginya. Wanita itu memperkenalkan diri sebagai Dewi Kesuburan. “Raksa, engkau telah menemukan Batu Purwobakti, batu sakti yang mampu menghidupkan tanah yang tandus. Jika engkau menanamnya di pusat desa, batu itu akan tumbuh besar dan menjadi sumber kesuburan bagi tanah di sekitarnya. Namun, tanah ini hanya akan subur jika penduduk desa saling membantu dan hidup rukun,” pesan sang Dewi.
Keesokan paginya, Raksa menceritakan mimpinya kepada penduduk desa. Awalnya, banyak yang tidak percaya, tetapi Raksa meyakinkan mereka dengan menunjukkan Batu Purwobakti. Akhirnya, para penduduk sepakat untuk menanam batu itu di sebuah lapangan luas di tengah desa. Mereka bersama-sama menggali lubang besar, lalu menanam batu tersebut sesuai arahan Raksa.
Keajaiban pun terjadi. Begitu Batu Purwobakti ditanam, batu kecil itu perlahan-lahan membesar hingga seukuran tugu yang menjulang di tengah lapangan. Cahaya merahnya menyebar ke seluruh penjuru desa, membuat tanah yang sebelumnya tandus menjadi subur. Ladang-ladang mulai ditumbuhi tanaman hijau, sungai kecil yang kering mulai mengalirkan air, dan pohon-pohon rindang tumbuh di sekeliling desa.
Penduduk desa bersorak gembira. Mereka mulai menanam berbagai jenis tanaman dan menikmati hasil panen yang melimpah. Desa itu berubah menjadi tempat yang makmur. Sebagai penghormatan kepada Batu Purwobakti, mereka menamai desa mereka “Purwobakti,” yang berarti awal dari usaha dan kerja keras.
Namun, perjalanan tidak selalu mulus. Suatu hari, dua keluarga di desa itu bertengkar karena berebut lahan pertanian. Perselisihan tersebut menyebabkan suasana desa menjadi tidak harmonis. Anehnya, tanaman mulai layu, dan hujan berhenti turun.
Raksa menyadari bahwa mereka melupakan pesan Dewi Kesuburan. Ia mengumpulkan semua penduduk desa dan mengingatkan mereka tentang pentingnya hidup rukun dan saling membantu. “Tanah ini adalah berkah dari Dewi Kesuburan. Jika kita tidak menjaga kerukunan, berkah ini akan hilang,” katanya dengan tegas.
Mendengar itu, para penduduk segera berdamai dan berjanji untuk menjaga keharmonisan desa. Perlahan-lahan, tanah kembali subur, dan desa kembali makmur. Sejak saat itu, penduduk Desa Purwobakti selalu menjunjung tinggi nilai-nilai gotong royong dan persaudaraan.
Hingga kini, Desa Purwobakti dikenal sebagai desa yang subur dan damai. Batu Purwobakti, yang kini berdiri kokoh di tengah desa, menjadi simbol kerja keras, persatuan, dan keharmonisan. Penduduk desa sering mengadakan upacara adat untuk mengenang jasa Raksa dan memohon agar berkah tanah mereka tetap terjaga.
Penulis: Sumadi. S.Pd