Di sebuah kota besar yang gemerlap, hiduplah seorang pria bernama Faris. Ia dikenal sebagai seorang pengusaha sukses dengan harta melimpah. Mobil-mobil mewah berjejer di garasinya, rumahnya bak istana, dan kehidupan dunianya tampak sempurna. Namun, di balik kekayaannya, ia adalah seorang ahli maksiat.
Faris tak segan menghamburkan uangnya di tempat-tempat hiburan malam. Ia menganggap hidup hanya sekali, maka ia harus menikmati segala kenikmatan dunia tanpa batas. Shalat ia tinggalkan, sedekah pun tak pernah ia lakukan. Baginya, kebahagiaan adalah ketika ia dikelilingi wanita cantik, alkohol, dan pesta pora.
Tak hanya itu, Faris juga kerap menipu dalam bisnisnya. Ia merampas hak karyawan, menindas yang lemah, dan menjalin kerja sama dengan orang-orang zalim demi melipatgandakan hartanya. Banyak orang yang diam-diam mendoakan kebangkrutannya, namun tampaknya doa mereka tak pernah terkabul. Faris tetap kaya raya, semakin sombong, dan semakin jauh dari agama.
Suatu hari, seorang lelaki tua bertemu dengannya di jalan. Wajah lelaki itu penuh keriput, namun sorot matanya tajam. Ia menatap Faris dengan iba lalu berkata, “Nak, sebaiknya engkau bertobat sebelum ajal menjemput. Dunia ini tak ada artinya jika akhir hidupmu dalam kesengsaraan.”
Faris hanya tertawa meremehkan. “Aku punya segalanya! Hidupku nyaman! Jika memang Tuhan ingin menghukumku, mengapa aku masih kaya dan bahagia?” ucapnya angkuh.
Lelaki tua itu menghela napas dan berkata, “Azab Allah bisa datang kapan saja, dan saat itu tiba, kau tak akan bisa lari.”
Beberapa bulan kemudian, keangkuhan Faris mulai membuahkan hasil. Bisnisnya mendadak hancur. Rekan-rekannya mengkhianatinya, dan uangnya lenyap begitu saja. Namun, bukannya bertaubat, ia justru semakin marah dan frustasi.
Malam itu, ia mabuk berat di sebuah klub malam. Hujan turun deras saat ia memacu mobil sportnya dengan kecepatan tinggi. Dalam kondisi tak sadar, ia kehilangan kendali. Mobilnya menabrak pembatas jalan dan terjun ke jurang.
Esok paginya, jasadnya ditemukan dalam keadaan mengenaskan. Tubuhnya hancur, wajahnya tak dapat dikenali, dan di tangannya masih tergenggam botol minuman keras.
Kabar kematiannya menyebar dengan cepat. Orang-orang berbisik, “Beginilah akhir hidup orang yang sombong dan tak mau bertaubat.”
Sementara itu, lelaki tua yang pernah menasihatinya hanya menghela napas panjang. “Allah telah memberi peringatan, tapi ia menolak. Semoga Allah mengampuni dosanya,” gumamnya pelan.
Kisah Faris menjadi pelajaran bagi banyak orang. Bahwa sehebat apapun manusia, sekaya apapun dia, jika hidupnya hanya untuk maksiat, maka akhir hidupnya bisa sangat mengenaskan. Dunia ini fana, dan kebahagiaan sejati hanyalah bagi mereka yang mengingat Allah di setiap langkahnya.
“Maka apakah orang-orang yang membuat kejahatan itu menyangka bahwa Kami akan menjadikan mereka seperti orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh, yaitu sama antara kehidupan dan kematian mereka? Amat buruklah apa yang mereka sangka itu.” (QS. Al-Jatsiyah: 21)
Editor: Madi