Sementara, honor Tim Anggaran Pemerintah Daerah, paling tinggi Rp9 juta per bulan untuk pejabat Eselon I, dan paling rendah Rp825.000 per bulan untuk Golongan I.
Menanggapi masalah tersebut, aktivis Jaringan Anti Korupsi (JAK), Didi Junaidi mengatakan, adanya selisih honor Tim Raperda dan Rapergub yang diluar batas kewajaran, dari Rp350.000 menjadi Rp6 juta per bulan, adalah kejahatan anggaran yang tersitematisasi dan terstruktur, yang dilakukan para pejabat di lingkup Pemerintahan Provinsi Lampung.
“Hal ini tidak bisa dibiarkan terjadi, pemerintah daerah tidak transparan dalam mengelola anggaran-anggaran daerah, untuk honor pejabat PNS saja bisa berjuta-juta, padahal mereka kan sudah digaji dan mendapat tunjangan ini itu. Ini honor yang tidak wajar,” katanya kepada wartawan.
Menurutnya, pihak Kejaksaan Tinggi (Kejati) Lampung yang telah melakukan penyidikan dalam persoalan ini, juga terkesan tidak transparan dan terbuka. Bahkan, beredar informasi, bahwa persoalan ini sudah “dingin” di Kejati Lampung.
Menurut Didi, pihak Kejaksaan sempat melakukan analisa atas honor tim para pejabat Lampung ini, yang ditaksir sekitar Rp480 juta. “Tapi menurut saya bisa lebih,” tukasnya.
Oleh karena itu, ia mendesak Kejati Lampung untuk segera menetapkan tersangka atas penetapan honor Tim Anggaran dan Raperda/Rapergub Pemprov Lampung, melalui Pergub no. 72 Tahun 2015, yang dinilainya diluar batas kewajaran. “Ini jelas gak ada dasar, masa kenaikan honor bisa lebih dari 100 persen. Ini honor lho, bukan gaji pokok,” kata Didi.
Didi menilai, dalam penetapan honor Tim Anggaran Daerah dan Raperda/Rapergub APBD se-Provinsi Lampung ini, ada penyalahgunaan wewenang, dimana dengan jabatannya itu, dapat menetapkan besaran honor yang diluar batas kewajaran.