Banyak faktor menjadi penyebab Karhutla, namun yang paling mendasar adalah ‘obral izin’ di pemerintahan sebelumnya yang mengakibatkan alih fungsi lahan gambut. Selama tujuh periode kabinet pemerintah, izin yang dikeluarkan mencapai 42.253.234 ha.
Data rekapitulasi pelepasan kawasan hutan, izin terbesar terjadi sepanjang periode 2005-2014, sebelum Presiden Jokowi menjabat. Izin yang diberikan ‘jor-joran’ itu semakin diperparah dengan lemahnya penegakan hukum, hingga ketidaksiapan pemerintah saat titik api sudah meluas.
”Khusus di Kalteng bahkan ditemukan ada perusahaan perkebunan sawit puluhan ribu ha justru berdiri di atas kawasan hutan bahkan mereka sudah sejak awal melakukan penyiapan lahan dengan pembakaran. Inilah bukti bahwa terjadi pembiaran dan lemahnya penegakan hukum di pemerintahan sebelumnya,” ungkap Bambang.
Barulah pada pemerintahan Presiden Jokowi, berbagai izin di lahan gambut dimoratorium. Dan proses hukum karhutla benar-benar ditegakkan hingga berani menjerat korporasi besar yang lalai. Bahkan kasus Karhutla di Kalteng tahun 2015, sudah ada yang diputus di pengadilan.
”Belajar dari Karhutla 2015, Presiden Jokowi langsung mengambil langkah cepat dan tegas. Itu harus kita akui, bahwa terjadi perubahan besar-besaran dalam menangani Karhutla di Indonesia,” kata Bambang.
Gugatan yang dilayangkan kepada pemerintah atas nama Presiden Jokowi dan enam pihak lainnya di PN Palangkaraya kata Bambang.
Sebenarnya gugatan dari kegagalan pemerintah sebelumnya, karena di masa Jokowi justru sudah banyak terjadi perubahan.
”Kalau mau jujur dari 12 tuntutan yang diajukan itu, tepatnya sebelum gugatan dikabulkan PN pada Maret 2017, sebagian besar sebenarnya sudah dipenuhi. Sudah banyak langkah berani pertama dan belum pernah dilakukan sebelumnya oleh pemerintah,” tegas Bambang.