Kehidupan Mewah yang Menyesatkan
Di sebuah negeri yang makmur, hiduplah seorang saudagar kaya raya bernama Tuan Harith. Ia dikenal sebagai orang paling kaya di seluruh kota. Rumahnya bak istana megah, lengkap dengan taman luas, kuda-kuda mahal, dan pelayan yang melayani siang dan malam. Kehidupan mewah Harith tampak sempurna di mata banyak orang.
Namun, di balik gemerlapnya kekayaan, Harith menjalani hidup dalam foya-foya dan kelalaian. Hampir setiap malam, ia menggelar pesta mewah, menghamburkan emas untuk hal yang tak bermanfaat. Ia melalaikan shalat, tidak pernah bersedekah, bahkan tidak menyentuh kitab suci. Bila ada fakir miskin datang meminta bantuan, ia justru mengusir mereka dengan kasar.
“Pergi dari sini! Ini hasil kerja kerasku, bukan untuk kalian yang hanya mengharap belas kasihan!” ujarnya dengan sombong.
Masyarakat pun hanya bisa menggelengkan kepala. Seorang tetangga tua pernah berkata,
“Harta bisa hilang, usia bisa habis, tapi dia tak sadar…”
Pertanda Ajal di Tengah Pesta
Pada ulang tahunnya yang ke-50, Harith mengadakan pesta termegah sepanjang hidupnya. Para bangsawan dan saudagar dari berbagai negeri datang untuk merayakan. Musik menggema, makanan lezat disajikan, anggur mahal dituang tanpa henti.
Di tengah kemeriahan, Harith berdiri dan berkata lantang,
“Tak ada yang bisa menandingi kekayaanku! Hidup ini harus dinikmati!”
Namun, tiba-tiba tubuhnya gemetar. Wajahnya pucat, dan ia terjatuh di lantai marmer. Kepanikan melanda. Tabib segera dipanggil, namun hanya bisa menggeleng,
“Maafkan aku, Tuan Harith. Waktumu hampir habis.”
Momen Tobat Sebelum Ajal
Saat Harith terbaring lemah, muncul seorang lelaki tua sederhana di balik jendela. Harith mengenalinya—lelaki itu pernah ia usir saat meminta sepotong roti.
Dengan lembut, lelaki itu berkata,