Temuan-temuan ini tidak hanya menyoroti kelemahan dalam pengelolaan keuangan daerah, tetapi juga mencerminkan dampak nyata terhadap infrastruktur yang semestinya menjadi prioritas. Kondisi infrastruktur yang terabaikan serta prioritas pembangunan yang dinilai kurang tepat ini semakin memperkuat pertanyaan masyarakat terkait efektivitas kepemimpinan Romi Hariyanto.
Pertanyaannya adalah, setelah menjabat sebagai Ketua DPRD Kabupaten Tanjung Jabung Timur selama tiga periode, ditambah dengan dua periode sebagai Bupati, program-program apa yang telah ia buat dan diimplementasikan untuk rakyat yang diakui di tingkat provinsi bahkan nasional?
Penggunaan tema “perubahan” oleh mantan pecandu bisa dianggap sebagai taktik manipulatif, berusaha memanfaatkan simpati publik dengan cara mengemas masa lalunya sebagai kisah inspiratif. Namun, publik kerap meragukan apakah benar-benar ada perubahan mendasar pada diri kandidat tersebut.
Hal ini menimbulkan pertanyaan apakah narasi perubahan ini hanyalah alat politik untuk mencapai kekuasaan, bukan refleksi dari transformasi pribadi yang nyata. Selain itu, tema perubahan ini dinilai dapat mengalihkan perhatian dari isu-isu penting yang lebih substansial.
Masyarakat menilai bahwa fokusnya justru melenceng dari tanggung jawab utama, yakni menyelesaikan persoalan-persoalan yang lebih mendesak di wilayahnya, seperti infrastuktur, ekonomi, kesehatan, dan pendidikan.
Di samping itu, apabila terpilih, masa lalunya berisiko menimbulkan stigma negatif bagi citra pemerintahan daerah, terutama jika daerah tersebut sedang berjuang keras melawan permasalahan narkoba. Kehadiran seorang pemimpin dengan latar belakang seperti ini dapat menimbulkan reaksi negatif dari berbagai pihak, seperti investor, mitra kerja, dan masyarakat luas yang mengharapkan pemimpin dengan rekam jejak bersih dan kredibilitas yang tinggi.