Opini  

Pejuang Rakyat yang Tersesat: Kontradiksi antara Pengakuan dan Realitas

Yulfi Alfikri Noer S.IP., M.AP. Foto : sidakpost.id/ist

Pertama, keraguan terhadap integritas menjadi isu utama. Masyarakat merasa skeptis terhadap kemampuan individu tersebut untuk benar-benar memperjuangkan kepentingan rakyat. Latar belakang sebagai mantan pecandu narkoba dapat menciptakan pandangan bahwa orang ini tidak memiliki disiplin atau komitmen yang kuat, yang seharusnya dimiliki oleh seorang pemimpin.

Jika tindakan dan keputusan politik mereka tidak konsisten dengan nilai-nilai yang seharusnya dijunjung tinggi oleh seorang pejuang rakyat, maka integritas mereka akan dipertanyakan.
Kedua, ada risiko stigma dan prasangka.

Masyarakat seringkali memiliki pandangan negatif terhadap mantan pecandu narkoba, dan ini bisa menghalangi penerimaan mereka sebagai pemimpin. Pengakuan mereka sebagai pejuang rakyat dianggap tidak tulus atau hanya sebagai upaya untuk mencari legitimasi di mata publik.

Baca Juga :  Menggali Makna 'Salah Boleh, Bohong Jangan' di Balik Kecanduan

Jika publik tidak dapat mengesampingkan masa lalu individu tersebut, maka harapan untuk diakui sebagai pejuang rakyat akan sulit tercapai.

Selanjutnya, ketidakpastian mengenai agenda dapat muncul. Masyarakat merasa khawatir bahwa pengalaman masa lalu sebagai seorang pecandu narkoba dapat mempengaruhi keputusan politik yang diambil.

Ada kemungkinan bahwa mereka lebih berfokus pada isu-isu yang berkaitan dengan kecanduan atau rehabilitasi untuk kepentingan pribadi, bukan untuk kepentingan masyarakat secara luas. Ini dapat menyebabkan pandangan bahwa mereka tidak sepenuhnya obyektif dan lebih mengutamakan agenda pribadi daripada aspirasi kolektif.

Baca Juga :  Opini : Mayam

Dari perspektif kepercayaan publik, pengakuan sebagai pejuang rakyat tanpa adanya bukti konkret dari tindakan nyata bisa memperburuk citra calon pemimpin tersebut. Jika masyarakat melihat ketidakcocokan antara klaim dan kenyataan, mereka akan merasa tertipu dan kehilangan kepercayaan tidak hanya terhadap individu tersebut, tetapi juga terhadap sistem politik secara keseluruhan. Ketidakpuasan ini bisa memperburuk polarisasi dan merusak ikatan antara calon pemimpin dan rakyat.