Opini  

Pejuang Rakyat yang Tersesat: Kontradiksi antara Pengakuan dan Realitas

Yulfi Alfikri Noer S.IP., M.AP. Foto : sidakpost.id/ist

Perjuangan mereka bukan hanya untuk masalah yang bersifat individual, tetapi juga untuk mengubah sistem sosial, politik, dan ekonomi yang dianggap tidak adil.

Namun, jika klaim sebagai pejuang rakyat tidak didukung oleh tindakan nyata selama masa kepemimpinan, hal ini justru akan memicu keraguan dan kekecewaan di kalangan masyarakat. Dalam konteks ini, pengakuan sebagai “pejuang rakyat” seharusnya diikuti oleh tindakan nyata yang mendukung kepentingan masyarakat luas, terutama kelompok yang paling rentan. Ketika janji dan klaim tidak sejalan dengan kenyataan, berbagai konsekuensi dapat muncul.

Pertama, kehilangan kepercayaan publik adalah dampak utama. Masyarakat akan merasa tertipu ketika melihat bahwa pemimpin yang mereka harapkan untuk memperjuangkan hak-hak mereka malah tidak menepati janji-janji yang dibuat.

Baca Juga :  Opini : Politik Baper dan Politik Panik

Pengakuan sebagai pejuang rakyat tanpa adanya bukti konkret berupa kebijakan dan tindakan yang pro-rakyat hanya akan dianggap sebagai retorika kosong. Hal ini menciptakan jarak antara pemimpin dan rakyatnya, serta memperdalam ketidakpuasan sosial.

Kedua, kerusakan reputasi bagi pemimpin tersebut menjadi konsekuensi serius. Reputasi sebagai pejuang rakyat adalah aset penting dalam dunia politik.

Ketika seorang pemimpin gagal memenuhi perannya dalam memperjuangkan kepentingan rakyat, citra mereka sebagai pemimpin yang tulus akan rusak. Alih-alih dikenal sebagai pembela keadilan, pemimpin tersebut mungkin akan dicap sebagai oportunis yang hanya menggunakan narasi populis untuk meraih dan mempertahankan kekuasaan.

Baca Juga :  Drama Korea dalam Demokrasi

Selanjutnya, dampak yang lebih luas adalah hilangnya harapan rakyat terhadap sistem politik secara keseluruhan. Ketika banyak pemimpin mengaku sebagai pejuang rakyat, tetapi kenyataannya tidak menunjukkan komitmen nyata terhadap kesejahteraan masyarakat, rakyat bisa menjadi semakin skeptis terhadap proses politik dan pemimpin masa depan.