Opini : Politik Baper dan Politik Panik

Musri Nauli ialah pengacara dan Direktur Media Haris-Sani. Foto : dok sidakpost id

Pepatah kehidupan ini sering menjadi renungan terhadap siapapun yang berteriak “melakukan A’ atau “berpihak kepada rakyat” namun justru yang dilakukan bertentangan dengan yang diteriakkan.

Seloko Jambi juga sering mengingatkan “Janganlah Telunjuk lurus, kelingking bekait.. Atau diartikan “janganlah lain di kata lain di hati”.

Namun selain menggambarkan sikap dari “politik baper” yang justru mengecewakan adalah, jawaban yang menyampaikan peristiwa dan fakta yang sebenarnya di lapangan justru ditangkis dengan “Politik panik”.

Sebuah tangkisan yang justru menjauhkan dari tema yang ditawarkan.

Baca Juga :  Toleransi Beragama, Warga Katolik Bantu Pam Shalat Idul Adha

Di dalam ilmu logika, cara ini justru sering disebutkan “ad hominem”. Sebuah “sesat pikir (mistake/logical fallacy).

Cara pikir yang menggambarkan “sesat pikir (mistake/logical fallacy) adalah sesat pikir yang sama sekali tidak menjawab tema yang ditawarkan namun justru menyerang pribadi, ketimbang ide, konsep, atau argumen dari pribadi.

Sebuah sesat pikir yang paling ditabukan di dalam ilmu logika.

Selain itu juga ketika tema yang ditawarkan kemudian dijawab dengan “politik panik”, adalah lompatan berpikir yang jauh dari tema yang ditawarkan. Biasa juga dikenal (logical jumping).

Baca Juga :  Dua Pelaku Curanmor Didor Timah Panas

Sebuah padanan yang selain menggambarkan “sesat pikir (mistake/logical fallacy)” juga tidak equal antara satu tema dengan jawaban tema yang disodorkan.

Bukanlah seharusnya ketika adanya peristiwa di lapangan, seseorang pemimpin menjawab dengan baik. Apakah yang telah dilakukan, apa hambatan termasuk juga harapan yang mudah ditangkap publik. Sehingga publik mendapatkan “jawaban cerdas” dari peristiwa di lapangan.

Lagi-lagi publik berhak mendapatkan informasi yang utuh terhadap kiprah seorang pemimpin.