Opini  

Opini Musri Nauli SH : Kisah Si Bungsu

Musri Nauli SH, Advokat yang juga Direktur Media Haris-Sani. Foto : dok sidakpost.id

Oleh : Musri Nauli SH

Putra bungsuku dianugrahi wajah yang cakep, kulit putih dan mata sipit. Persis muka Chinesse. Tidak salah kemudian ketika masuk sekolah sering dibully. Dipanggil yang menyakitkan hati. “Chino..Chino”. Sebuah ungkapan dan panggilan yang membuat dia Marah.

Tidak salah kemudian sehari masuk sekolah kemudian langsung berkelahi. Sang pembully kemudian dihajar mukanya.. Konon jatuh terjengkang.

Kamipun dipanggil. Setahu kami, dia bukanlah Anak yang suka ganggu orang. Sehari-hari pendiam. Bahkan kalaupun tidak ditanya, diapun tidak banyak bercerita.

Baca Juga :  Dampak Media Sosial terhadap Popularitas Kandidat Politik

Tentu saja keheranan itulah yang membuat kami penasaran. Mengapa sehari sekolah Sudah berkelahi.

Sambil berbisik “dia ganggu adek, ya. Adek dak suka pipi Dedek dicubit-cubit.. Kata mama, Adek dak boleh diam. Kalau cowok, tinju be. Kalo cewek, memang dak boleh”, katanya menjelaskan.

Kamipun paham. Dia menunjukkan ketidaksukaan. Tentu saja menyelesaikan dengan cara jantan.

Bahkan dia melanjutkan “Kalau orangnya besar, lawan pakai Kayu”, lanjutnya.

Sekali lagi kami maklum. Mengerti sikap dan cara ditunjukkan. Dia tidak boleh diremehkan. Dan dia tidak boleh cengeng.

Baca Juga :  Opini : Al Haris Pemimpin Lintas Agama

“Anak cowok dak boleh nangis”, pesan istriku di suatu waktu.

Ya. Si Bungsu telah menunjukkan sikapnya. Dia menyelesaikan masalahnya dengan caranya sendiri. Bekal untuk menghadapi hidup. Seorang cowok tidak boleh cengeng. Tidak boleh menunjukkan kelemahan. Apalagi menangis.

Kisah si bungsu tentu menginspirasi saya untuk melihat kondisi politik. Ketika dia kemudian kalah, kemudian menunjukkan ketidakmampuan yang diraihnya, kemudian malah menjadi “playing victim”. Seakan-akan “menjadi korban”. Cengeng dan kemudian menyalahkan pihak yang lain.