Menurutnya, perkara tersebut yang sangat sederhana dan tidak seharusnya naik ke pengadilan. Dia menilai jika dipaksakan ke pengadilan dan berdasarkan fakta persidangan tidak terbukti, hakim harus berani membebaskan perkara tersebut.
Lebih jauh, pakar hukum pidana Chudry Sitompul merasa khawatir bahwa yang dilakukan JPU bisa membuat tujuan yang ingin dibangun oleh aturan hukum soal KDRT menjadi kabur.
“Itu kan menimbulkan, tidak sampai tujuan undang-undang kayak gitu. Malah bikin keresahan,” kata dia.
Chudry juga mendorong agar hakim dapat lebih fleksibel apabila ada koreksi dari pimpinan kejaksaan apakah suatu penuntutan sebaiknya diteruskan atau tidak.
“Kalau ada koreksi silakan, tapi ini kan kasus jangan sampai terjadi perkara-perkara lain sehingga tidak menimbulkan kepastian hukum. Karena hukum acara pidana itu tujuannya untuk (memberikan) kepastian hukum. Tapi kepastian hukum juga tidak mencerminkan keadilan,” ujarnya.
Sementara itu, menanggapi pernyataan Chudry, Ketua Komisi Kejaksaan Barita Simanjuntak juga mengatakan kepada masyarakat agar segera melapor jika merasa dirugikan oleh penyimpangan atau diskriminasi hukum oleh pengadilan.
“Kita menginginkan penegakan hukum yang berkualitas, yang adil. Dan saya sepakat dengan Pak Chudry tadi, upaya kita membangun negara hukum ini juga harus selaras dengan para penegak hukum kita melaksanakan tugasnya dengan mengedepankan hati nurani,” pungkasnya. (Pis)