Opini  

CATATAN TERCECER (3)

Akhir-akhir ini, publik jagat raya dihebohkan kemenangan Gibran – anak Jokowi dan Bobby Nasution – Menantu Jokowi.

Gibran berhasil mendulang suara mencapai 225 ribu (86,1 %). Mengalahkan lawannya yang cuma mendapatkan 36.298 (13,87 %). Gibran kemudian berhasil menjadi Walikota Solo.

Sedangkan Bobby Nasution berhasil mendulang suara 393 ribu (55%). Bobby juga berhasil menjadi Walikota Medan.

Seketika gemuruh suara kemudian menggema. Berbalik arah kemudian menyatakan Jokowi kemudian membangun dinasti baru. Sebuah proses yang jauh dari harapan public.

Baca Juga :  Kisah Sultan Thaha dan Politik Anak Muda Zaman Now

Namun berbeda dengan di Jambi. Entah itu istri Bupati (aktif), anak-anak Bupati, anak Walikota (aktif), adik Bupati (aktif) dan istri mantan Gubernur justru tidak berhasil untuk menjadi champion. Menjadi Kepala Daerah.

Yang sering dilupakan oleh publik adalah “proses” pertarungan politik dibalik layar.

Merekalah yang berhasil menjadi proses politik kemudian berhasil memenangkan Pilkada.

Lalu dimanakah mereka yang berteriak ketika proses politik yang disebut sebagai politik dinasti.

Baca Juga :  Insan Hukum Berikan Edukasi Benar Kepada Publik, Tunggu Inkracht Van Gewijsde

Apakah mereka membangun kerja-kerja politik. Membangun kesadaran masyarakat untuk tidak memilih kandidat yang cenderung dibangun dari dinasti.

Tidak.

Mereka sama sekali tidak berkeringat.

Mereka mengurung diruangan. Dikamar. Paling banter cuma teriak di medsos. Berapi-api. Seakan-akan hendak revolusi.

Padahal meminjam istilah temanku. Mereka cuma aktivis “klik”.

Perumpaan yang paling tepat. Cuma sekedar “klik” kemudian dengan cara klik “bak” pejuang telah berjuang.

Payah..

Ya.

Musri Nauli