Jurnalistik dan Pilkada

“Belum beranjak dari tempat tidur di pagi hari, saya kemudian membuka internet. Browsing internet. Sekaligus membaca status teman-teman didunia maya”

Alangkah kagetnya ketika saya membaca status beberapa teman jurnalis yang saya kenal. Keluhan tentang “media yang diatur”. Demikian kesan beberapa status FB.

Tersentak. Sayapun kemudian menghubungi tim internal, memastikan beberapa sumber yang kredibel, menghubungi beberapa narasumber yang terpercaya.

Pelan kemudian saya telusuri. Satu persatu. Persis menguraikan benang kusut. Kemudian menyusunnya kembali. Seperti menyusun puzzle.

Baca Juga :  Ini Daftar Partai Politik ke KPU RI di Hari Pertama

Syukurlah. Dari tim internal Media publikasi dan Opini Al Haris – Sani tidak melakukan perbuatan yang “tercela”.

Secara umum, relasi tim pemenangan para kandidat dengan media massa adalah hubungan profesionalisme. Hubungan personal hanya memperkuat.

Hubungan profesionalisme menempatkan jurnalis sebagai “telinga publik”. Menangkap aspirasi publik mengenai politik. Terutama politik menjelang Pilkada.

Tim sukses sama sekali tidak dibenarkan “intervensi”, mengatur “berita”, mengatur dapur redaksi. Apalagi “mengatur” hingga teknis pemberitaan.

Baca Juga :  Sekda Muaro Jambi Hadiri Sosialisasi dan Doa Bersama Menyongsong Pemilihan Umum

Sebagai tim pemenangan, tugas tim pemenangan mengabarkan berbagai peristiwa yang dilakukan oleh kandidat. Entah menemui tokoh-tokoh politik, pertemuan dengan tim sukses di lapangan, pertemuan dengan para ketua koalisi partai pengusung, pertemuan dan event penting. Dan tentu saja disampaikan dengan gaya khas jurnalistik.

Bukan menempatkan “media online” sebagai “madding (majalah dinding)” dari kegiatan kandidat.

Sehingga ketika peristiwa yang dilakukan kandidat mempunyai “Bobot news”. Bobot yang diperlukan oleh jurnalis itu sendiri.