Oleh: Yulfi Alfikri Noer S.IP., M.AP
Akademisi UIN STS Jambi
Perubahan sejati seringkali dimulai dari diri sendiri, terutama dari mindset atau pola pikir kita.
Mindset adalah cara kita memandang dan merespons dunia di sekitar dari pola pikir inilah lahir keyakinan, kebiasaan, dan tindakan yang akhirnya membentuk hidup kita. Ketika seseorang mengubah mindset atau cara berpikirnya, mereka membuka pintu untuk perubahan dalam berbagai aspek kehidupan mereka.
Namun, dalam konteks sosial, perubahan tidak selalu diterima dengan mudah, terutama bagi individu dengan masa lalu yang sulit, seperti mantan pecandu narkoba yang mencalonkan diri dalam jabatan publik. Stigma sosial dan keraguan masyarakat seringkali menjadi hambatan utama yang harus dihadapi.
Karena itu, ketika berbicara tentang perubahan, tidak hanya sekadar pergeseran pola pikir individu yang perlu diperhatikan, tetapi juga bagaimana perubahan ini berdampak dalam konteks sosial yang lebih luas. Baik pada aspek sosial, politik, maupun teknologi. Perubahan dapat berlangsung secara evolusioner (berjalan lambat dan bertahap) atau revolusioner (berlangsung cepat dan drastis).
Dalam konteks ini, ketika gagasan perubahan diangkat sebagai tema oleh seorang mantan pecandu narkoba yang mencalonkan diri sebagai calon kepala daerah, tantangan-tantangan unik mulai muncul.
Tak hanya tentang perubahan pribadi, namun juga tentang bagaimana publik merespons visi perubahan tersebut di tengah stigma dan keraguan yang kerap menyertainya. Selain itu, muncul pula kekhawatiran terkait hubungan calon dengan lingkaran atau lingkungan lama yang membawa pengaruh negatif.