Perang Kemerdekaan di Muara Tebo – Batanghari Area

Dengan Surat Ketetapan Komandan Sub sektor 1001/STD tanggal 23-4-1949, dibentuk Pasukan Gerilya dengan pimpinan Ramli Ibrahim sebagai Kepala Pasukan dengan anggota 30 orang :
1. Yusuf Jani : Kepala Regu 1
2. Bakar Derani : Anggota
3. M. Siaji : Anggota
4. Saleh Maasik : Anggota
5. Umar Usman : Anggota
6. Yusuf Si Ali : Anggota
7. Awi Syukur : Anggota
8. Awi H. Husin : Anggota
9. Ahyat Saleh : Anggota
10. Saman Kasim : Anggota
11. Bujang Jurutulis : Anggota
12. Dolah Barudin : Anggota
13. Jalil Siaji : Anggota
14. Nur ST Mahmud : Anggota
15. Hasan Kasim : Kepala Regu 2
16. Ishak Tais : Anggota
17. Dolah Jayo : Anggota
18. Samad siamid : Anggota
19. Usman Derani : Anggota
20. Bujang Padang : Anggota
21. Saleh Jani : Anggota
22. Amat Jayo : Anggota
23. Ismail Syukur : Anggota
24. Hasan Hasim : Anggota
25. Ali Derani : Anggota
26. Sidik Saleh : Anggota
27. Jamaludin ahmad : Anggota
28. Juri Kafi : Anggota
29. Daud Nadli : Anggota

Baca JugaLetkol Inf Evid Dandim 0416/Bute Baru, Letkol Inf Arianto Ke Kodam Sriwijaya

Tugas Pasukan gerilya :
1. Menghalangi pasukan musuh yang hendak bergerak dari segala sudut.
2. Menghalangi segala hal yang menghubungkan dan menguntungkan musuh.
3. Membatasi provokasi musuh dan mengawasi spion – spion (mata-mata) musuh.
4. Mengadakan penjagaan kampung dengan serapi rapinya siang dan malam
5. Dilarang mengganggu hak milik rakyat atau bangsa asing dengan sewenang2.

Pada aksi Militer Belanda ke 2 ini Pemerintah Kecamatan masih tetap di pimpin Raden Ateng sebagai camat perang dengan dibantu Nur Suud sebagai juru tulis, Wakil pasirah H. Ismail, Juru tulis pasirah Hasan Kasim dan beberapa Polisi Marga. Kepala dusun Sungai Bengkal Ngebi H. Husin dan Mangku Daud serta Penghulu Mudo M. Akel.

Hubungan Pemerintah Kecamatan Marga dan pasukan dengan rakyat cukup akrab sehingga segala masalah, hambatan dan rintangan dalam perjuangan dapat diatasi dengan permusyawaratan. Pada waktu itu pegawai pemerintah Kecamatan dan Marga, dusun dan pemimpin-pemimpin pasukan tidak mengenal gaji atau penghasilan, yang penting semua berjuang untuk bangsa dan negara.

Sungai Bengkal adalah pusat tempat yang strategis dalam mengatur siasat gerilya dan menyusun kekuatan. Sungai Bengkal lintasan setiap pasukan TNI yang bergerilya. Sebagai tempat penghubung setiap pasukan yang berpisah dari induk pasukannya.

Seperti Pasukan Selendang Merah dari Kuala Tungkal menuju Sungai Bengkal melalui jalan setapak tungkal ulu (Merlung ke Lubuk Kambing), lalu pasukan Letnan Lubis dari durian luncuk melalui jalan Tabir ke pintas menuju Sungai Bengkal. Begitu juga pasukan front perjuangan rakyat muara siau bangko dan Rantau Ikil Muara Bungo.

Suplai bahan makanan diperoleh dari bantuan rakyat setempat dimana pasukan tsb berada. Kesatuan rakyat dan pasukan TNI merupakan pertahanan yang tidak mudah untuk dirobohkan. Peristiwa yang tidak mudah dilupakan saat agresi militer Belanda ke 1, dimana sebuah pesawat Belanda menyusuri Sungai Batanghari melakukan penembakan ke beberapa tempat dari udara di sepanjang sungai Batanghari antara lain sebelah ilir Sungai Bengkal.

Kapal Selendar mendapatkan tembakan mitraliur sehingga seorang anggota TNI Letnan muda Chatib gugur dan seorang pemuda Sungai Bengkal bernama Husin bin Seman luka parah karena peluru bersarang di punggungnya.

Pesawat ini terbang sangat rendah sersan Daud dan Ramli Ibrahim yang berada di sungai Temontan (Kemantan) mencoba menembaki dengan senjata berat AAC tapi sia-sia. Akhirnya dapat kabar pesawat tsb jatuh di daerah merlung (tungkal).

Pada aksi militer Belanda ke 2, Belanda menyerang ibukota RI di Jogjakarta dan sepuluh hari kemudian menyerang Jambi dari udara dan laut sehingga serentak seluruh pejuang mengadakan perlawanan sengit yang menyebabkan gugurnya Kapten Marzuki, Kapten A. Bakarudin, Letnan Simatupang, Letnan muda Bahar Mahyudin, Letnan muda Bahrun, serta 10 orang prajurit. Oleh pemerintah militer dan sipil, diambil kebijakan Bumi hangus dan sabotase.

Jadi walaupun Belanda dapat menduduki kota Jambi, namun pemerintahannya tidak dapat berjalan karena ada gangguan dari pejuang dari perang gerilya. Belanda hanya menduduki kota sedangkan daerah lainnya dikuasai para Pejuang Indonesia yang menjadikannya kantong-kantong gerilya.

Semua pasukan dibawah pimpinan Kolonel Abunjani melanjutkan perjuangan dari luar kota Jambi yaitu daerah Kuala Tungkal, Front Durian Luncuk, Front Batanghari Area Sungai Bengkal, Front Muara Siau, Sikancing Bangko, Front Rantau Ikil Muara Bungo. Seluruh pelosok bergerak mengadakan sabotase pemutusan hubungan lalu lintas darat.

Di Sungai Bengkal yang merupakan Front Batanghari Area, rakyat dan pejuang menghancurkan jembatan dan merobohkan kayu ke jalan untuk menghalangi jalur darat yang dilalui kendaraan musuh.

Front Batanghari Area merupakan front terdepan di bawah pimpinan Letnan Satu Hasyim yang menempatkan pasukan Sayang Terbuang yang dipimpin Letnan muda Azis Larose yang berhadapan langsung dengan pasukan Belanda. Seluruh pertahanan kita diperkuat dengan bantuan seluruh rakyat. Senjata yang kita miliki berasal dari Tentara KNIL yang pro Republik.

Beberapa kali pasukan Belanda mencoba menerobos front Sayang Terbuang, tapi Pasukan ini dapat bertahan. Pasukan Letnan muda Azis Larose mengadakan penyerangan di malam hari secara gerilya, selama terjadi bentrokan senjata dengan pasukan Belanda, hanya seorang Kopral Yahya yang gugur.

Pasukan Belanda pernah mengatakan bahwa pasukan Sayang Terbuang sangat banyak sehingga mereka tida berani menerobos pasukan ini. Pernah terjadi suatu ketika malam gerilya Kopral dolah gilo kehabisan peluru dan disuruh mundur tapi malah berlindung dibalik pohon yang tumbang dalam kegelapan sedangkan pasukan Belanda hanya berjarak 10 meter saja, Namun Belandapun tidak berani mendekat.

Lalu ada lagi Sersan Daud Hasan seorang penembak jitu yang selalu berani mengganggu patroli Belanda di manapun bertemu, meski peluru hanya 10 butir. Memang pasukan Sayang Terbuang terkenal keberaniannya, seolah-olah perang ini hanya permainan saja bagi mereka meski menantang maut. Mungkin karena Sikap komandan Letnan muda Azis Larose yang murah senyum saat menghadapi kesulitan selalu tabah sehingga anak buahnya demikian juga. Biarpun 3 hari tidak makan tapi di front dia masih tetap tersenyum.

Disamping peristiwa menegangkan ada juga lucunya,, suatu ketika Sersan harun dan Kopral Dolah gilo sudah beberapa hari tidak mandi, lalu pergi ke sungai dengan hanya pakaian dalam saja (kolor) namun senjata tetap di tangan, maklumlah rawan bertemu musuh. Tiba-tiba dari seberang sungai muncul serdadu Belanda.

Baca JugaTim Elang Sat Reskrim Polres Merangin Bekuk Pelaku Curanmor

Untung saja Belanda tidak mengira yang mandi itu adalah Tentara RI. Lalu dengan gugup kedua pejuang ini cepat-cepat naik dengan merayap hanya dengan pakaian dalam saja…akhirnya ditertawakan para penduduk yang melihat mereka.. Begitulah keadaan yang serba darurat namun perang gerilya berjalan terus hingga disepakati perjanjian Renville dan gencatan senjata.

Pada bulan Nopember 1949 Belanda melanggar perjanjian dengan memasuki wilayah Republik dengan 6 buah motor pompong dan sebuah kapal bernama “Juliana” berkekuatan 500 orang pasukan dengan maksud menjajah kembali Indonesia. Dengan taktik bumi hangus para pejuang melakukan pembakaran gudang makanan, kantor camat, kantor pasirah semua dibakar.

Pasukan Belanda tidak berani mendekat, jam 17.00 barulah Belanda dapat mendarat dengan mengerahkan seluruh pasukannya tapi mereka tidak mendapatkan apa apa, karena pasukan kita sudah mundur ke Belakang dusun Sungai Bengkal kemudian Sialang Tenggeris, Sungai Aro kami menunggu di seberang sungai Batanghari. Belanda akhirnya pindah ke Muara Tebo selama 1 bulan. Sementara di Den Haag, Belanda tercapai lagi kesepakatan KMB (Konferensi Meja Bundar) bahwa Belanda mengakui kedaulatan Republik Indonesia.

Di Sungai Bengkal lalu diadakan pertemuan Tentara Republik Indonesia dengan Misi Militer Belanda yang bertempat di muka rumah mandor Berahim Kemantan, Bendera merah-putih kemudian berkibar di tiap rumah, pinggir sungai dan jalan yang dilalui.

Sumber :

1. Naskah Ramli Ibrahim dan beberapa catatan anggota exs pasukan sayang terbuang/ST.

2. Sejarah perjuangan jambi 1945-1949.